Memahami Dan Menghormati Pihak Lain
Modeling secara harfiah berartti meniru, yakni meniru-pola-pola tindakan
orang lain atau lebih tepatnya meniru tokoh yang diidolakan. Bila Anda memodel
seorang juara tennis misalnya, itu artinya sedang meniru pola-pola perilaku
dari pola pikir dan pola tindakan khususnya teknik-teknik memukul dan menerima
bola tenis dan seterusnya. Memodel secara serius sesungguhnya, seseorang sedang
memahami dan memvisualisikan dalam pikirannya dan setelah jelas gambaran
pola-polanya, ia mengendapkannya dalam alam bawah sadar menjadi file (program).
Modeling secara harfiah berartti meniru, yakni meniru-pola-pola tindakan
orang lain atau lebih tepatnya meniru tokoh yang diidolakan. Bila Anda memodel
seorang juara tennis misalnya, itu artinya sedang meniru pola-pola perilaku
dari pola pikir dan pola tindakan khususnya teknik-teknik memukul dan menerima
bola tenis dan seterusnya. Memodel secara serius sesungguhnya, seseorang sedang
memahami dan memvisualisikan dalam pikirannya dan setelah jelas gambaran
pola-polanya, ia mengendapkannya dalam alam bawah sadar menjadi file (program).
Sebenarnya teori yang mendasari
modeling sangat sederhana: siapa saja meniru tindakan orang-orang sukses
cenderung sukses; sebaliknya meniru orang gagal atau tepat meniru perilaku
negatif ia cenderung menjadi gagal.
Meski sesimpel itu, modeling tidak akan bekerja secara efektif bila
tingkat memodelnya hanya sampai dataran kognitif saja. Artinya, ia tahu persis
secara konsep pola perilaku sampai cara-cara memodel pola perilaku orang-orang
sukses, tetapi bila hanya tahu saja tidak sampai ke tingkat emosional untuk
melakukannya secara sungguh-sungguh, modeling tidak akan berjalan efektif.
Modeling mempersyaratkan adanya komitmen emosional untuk melakasanakannya.
Anatomi Modeling
Kalau saya tarik ke belakang,
bagaimana seorang anak manusia lahir di muka bumi sampai tingkat peradabannya
tidak lepas dari modeling. Dimulai dari budaya yang sangat sederhana pola makan
dan pola (cara) berpakain tidak lepas dari hasil memodel budaya di
lingkungannya. Kita bisa makan, minum dan bepakain dengan cara-cara yang sopan
(paling tidak diterima oleh lingkungan) adalah hasil modeling atau meniru.
Sesungguhnya proses memodel
tidaklah semudah yang kita bayangkan. Anda bisa membaca, menulis huruf dan
merangkainya menjadi kata-kata misalnya, membutuhkan perjuangan keras dan waktu
bertahun-tahun. Coba kita ingat ketika kita masih duduk di bangku sekolah dasar
kelas (SD) satu dulu. Untuk paham lafal dan menulis huruf ”R” saja, berapa kali
Anda menghafal dan melafalnya? Berapa kali Anda menirukan Bapak/Ibu Guru untuk
melafal huruf ”R” sesuai mimik guru? Berapa kali Anda menulis dan
menghapus huruf tersebut sehingga Anda secara mental hafal dan secara
motorik bisa menulis huruf tersebut hingga dianggap benar? Berapa jumlah
energi yang dikeluarkan dan sampai tingkat konsentrasi apa hingga Anda
benar-benar hafal?
Kita tidak menyadarinya bahwa
betapa berat perjuangan untuk bisa menghafal satu huruf saja. Ternyata otak
kita untuk bisa menghafal satu huruf memerlukan pengulangan berkali-kali
sehingga hafal betul! ”Hafal di luar kepala!”, begitu istilah yang sering kita
dengar untuk memodel satu huruf (fenomena) saja. Sekarang saja Anda begitu
otomatis menggunakan huruf dan kata karena sudah hafal di luar kepala.
Begitu pentingtnya
menghafal/memodel huruf dalam kehidupan manusia sehingga Allah SWT dalam
Al Qura’an surat Al Baqarah ayat 1 (satu) mengisyaratkan pentingnya huruf
sebagai hal yang elementer dalam kehidupan manusia. Dalam surat itu hanya
tediri 3 (tiga) huruf yakni: alif
laam mim dan
bukan kata-kata atau kalimat sebagaimana ayat-ayat Al Qur’an lainnya. Tentang
tafsir ayat ini masih bervariasi dalam memaknaninya: ada yang mengatakan bahwa
itu hanya Allah yang mengatauinya; ada pula yang menafsirkannya sebagai
pembukaan bacaan yang menarik atau sebagai daya tarik dari bacaan Al Qur’an.
Bagi saya, huruf alif laam mim, bukan saja sebagai
pertanda bahwa Al Qur’an sebagai ditulis dengan bahasa Arab yang indah, namun
bermakna bahwa huruf merupakan simbol penting bagi manusia agar bisa memodel,
meniru semua hal yang ada di dunia. Bahwa huruf dihafal (dimodel) di luar
kepala sebagai bagian penting dan elementer dalam berkomunikasi melalui bahasa.
Apa sebabnya?
Pertama, huruf harus dihafal agar
kita bisa merangkai sebuah kata, baik kata benda, sifat maupun kata kerja.
Semua hal di muka bumi ini pasti bisa diberi nama yang merupakan rangkaian
huruf. Anda bisa merangkainya dalam bentuk kata (benda, sifat dan kerja) bila
Anda hafal huruf-huruf yang membentuknya, yang Anda tahu, betapa
sulitnya dulu saat saat masih duduk di sekolah dasar untuk menghafal/memodel
huruf tersebut.
Kedua, huruf dan kata yang sudah
kita model tadi, merupakan bahan membuat sebuah kalimat. Di dalam kalimat
itulah Anda menemukan sebuah makna (meaning). Bagaimana Anda membuat
makna? Anda mampu membuat makna juga tidak lepas dari modeling, Anda tahu makna
akan sebuah kalimat karena Anda hafal akan makna setiap kata yang
membentuknya. Bila tidak hafal satu kata saja Anda pasti sulit memaknainya.
Ketiga, rangkaian huruf menjadi
sebuah kata, dan rangkaian beberapa kata menjadi sebuah kalimat yang di
dalamnya mengandung makna, sesungguhnya Anda sedang berkomunikasi dengan apa
yang disebut bahasa. Bahasa apa pun, pastinya terbentuk dari huruf dan kata
berikut kaidah-kaidah kebahasaan sebagai pembentukannya. Sampai di sini saya
ingin mengatakan bahwa peran bahasa dalam kehidupan dan peradaban manusia
menduduki peran sentral. Bahwa manusia sangat mengandalkan bahasa dalam
kehidupannya, apa pun fenomena, benda, situasi bahkan ilmu pengetahuan sangat
tergantung kepada peran bahasa.
Apabila Anda hari ini mengusai
bahasa tertentu tidak lepas dari usaha keras Anda dalam memodel/menghafal
bahasa tersebut. Adakah seseorang yang dalam belajar bahasa yang langsung hafal
tanpa menghafal dan mempraktikkannya terlebih dahulu setiap hari? Anda bisa
berbahasa karena biasa, yakni biasa memodel/mengafal. Berapa kali Anda menhafal
satu kata?
Linguistic Programming
Manusia menciptakan huruf, kata,
kalimat dan bahasa bukan untuk sekedar sebagai alat komunikasi. Bukan sekedar
alat ekspresi dari pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain. Dalam
kaitannya dengan makna pada setiap kata dan kalimat, manusia menciptakan bahasa
adalah dalam rangka mind
programming (pemograman
pikiran). Setiap makna yang terkandung dalam setiap kata dan kalimat bahasa
tertentu (bahasa Indonesia, Jawa, Inggris, Perancis, Jerman dan lain-lain)
mampu mempengaruhi pikiran seseorang yang setelah mengalami filter (cocok tidak
cocok, bernilai atau tidak bernilai dengan belief dirinya) makna tersebut tersimpan
secara baik di dalam benaknya (pikiran bawah sadar).
Makna dalam setiap kalimat adalah
benih yang apabila benih itu terus terawat, tumbuh mengakar kuat, akan
berkembang dan berbuah, yakni buah pikiran (ide-ide), buah konsep, hingga buah
keterampilan yang bermanfaat bagi umat manusia. Contoh kalimat ”Aku adalah anak
pandai dan ulet dalam situasi apa pun.” Makna dari kalimat ini adalah ”percaya
diri dan pantang meyerah”. Apabila makna ini benar-benar tertanam kuat dalam
pikiran bawah sadar seseorang maka sudah barang tentu banyak buah yang
dapat dipetik. Percaya diri adalah pangkal sukses apa pun profesi seseorang.
Bila ia adalah seorang yang bercita-cita jadi seorang entrepreneur, maka banyak
buah-buah (produk/jasa) kreatif yang diciptakan; bila ia bercita-cita menjadi seorang
karyawan, maka dengan percaya diri akan mengantarkan dirinya pada seorang
pemimpin yang buah karyanya banyak dinanti anak buah dan masyarakatnya.
Sebuah makna yang tertanam kuat
di dalam pikiran bawah sadar seseorang ibarat sebuah pohon subur yang siap
berbuah di sepanjang musim. Seperti firman Allah SWT: ”Tidaklah
kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seijin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya manusia ingat dan perumpamaan
kalimat yang buruk adalah seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan
akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun”
(QS, surat Ibrahim 24-26)
Kata-kata yang baik akan
menghasilkan sebuah kalimat yang baik; kalimat yang baik akan menghasilkan
makna yang baik; makna yang baik ibarat benih pohon yang baik dan kuat, yang
siap berbuah pada sepanjang musim. Sebaliknya kata dan kalimat yang buruk akan
menghasilkan makna dan buah (ide) yang buruk pula. Bila ide buruk
tertanam dalam pikiran bawah sadar seseorang secara kokoh maka perilaku
buruk yang diperoleh. Ibarat, pikirannya terserang virus/kangker yang hasilnya
(buah) tidak dapat diharapkan. Bila itu diibaratkan sebuah pohon, maka pohon
yang demikian itu seperti pohon yang telah dicabut akar-akarnya alias mati.
Apa yang Anda katakan pada orang
lain adalah benih yang kau taburkan di benak orang lain. Bila yang Anda katakan
adalah benih unggul maka akan berbuah (karya) unggul bagi kehidupan. Sepanjang
buah tersebut bermanfaat bagi yang bersangkutan dan bagi masyarakat, Anda
mendapatkan pahala yang terus mengalir; sebaliknya bila yang Anda katakan
adalah kata-kata/kalimat kotor maka akan menghasilkan virus-virus yang
mematikan. Bila yang Anda katakan ternyata menyesatkan sehingga yang
bersangkutan hidupnya sesat alias tidak bisa berbuah (karya) maka Anda akan
mendapatkan ”resikonya” sepanjang masa.
Berkatalah yang baik karena
kata-katamu ibarat benih yang mampu menegakkan pohon pikiran berbuah
(karya) sepanjang masa. Bila ini dilakukan niscaya pahala yang mengalir sampai
akhir hayat.